Memfasilitasi PBL

2.1 Memfasilitasi  Proses Berpikir
Salah satu tujuan dan manfaat PBL adalah mencoba membuat proses berpikir pemelajar lebih baik. Pemelajar tidak lagi belajar mengandalkan memori( ingatan ) dan mencontoh ( misalnya, jawaban ujian sebelumnya) saja. Tujuan ini akan lebil maksimal apabila turut didukung oleh kemampuan memfasilitasi pendidik. Pendidik harus mampu menciptakansuasana dialog antara dirinya dengan kelompok pemelajar , dan antara sesama pemelajar. Saat pendidik bertanya, mengkritik, meminta penjelasan lebih lanjut, meminta pemelajar lain menjawab pertanyaan,” terlihat pemikirannya” oleh seisi kelas. Jadi, bukanlah sekadar membuat pemelajar” melihat pemikiran pendidiknya” seperti kalau sang pendidik melulumemberika ceramah secara sistematik, jelas, dan tertata.
Saat memfasilitas pendidik harus memediasi dengan penuh selidik, dan bertanya , untuk memfasilitasi konsep kunci, atau prinsip maupun teori. Pendidik selalu menjembatani  dan menutup kesenjangan yang ada dalam menuntut pemelajar mempelajari  apa yang penting dari masalah dan mendapatkan pengetahuan yang terkait.
Walau belajar kelompok, pendidik berusaha menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan. Pendidik juga mengawasi agar bahasan yang terjadi cukup komprehesif, dan kritis mengevaluasi informasi dan sumber-sumber materi yang digunakan.
Biasanya, pendidik yang kurang inisiatif dalam memfasilitasi tidak mencoba menggali pendapat  pemelajar lebih jauh. Kalaupun ada, pertanyaan yang dikemukakan adalah: “ bagaiman menurut anda ?” setelah itu selesai. Pemelajar akan menganggap memfasilitasi seperti ini membosankan. Seperti yang sudah kita  bahas padaa bab sebelumnya. Pendidik harus mngaitkan sebagai proses langkah PBL dengan :
·         Pengalaman pemelajar sebelumnya
·         Konteks dunia nyata yang akan dihadapi oleh pemelajar
·         Konsep dan teori yang ada, baik yang sudah dipelajari maupun yang belum.
·         Berbagai fakta dan gagasan yanga ada di seputar masalah yang sedang disajikan
Pernyataan-pernyataan di tabel berikut, dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi dari setiap langkah proses PBL.
Tabel 4.1 contoh-contoh pertanyaan untuk memfasilitasi PBL
Langkah 1 :
Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
·         Apa yang anda pikirkan atas pertanyaan.... ini ?
·         Apa yang terlitas pada pikiran anda ?
·         Apa yang sudah anda ketahui atas masalah ini ?
·         Apa pertanyaan yang berupa fakta dapat kita identifikasi?
·         Menurut anda, apa maksudnya kalimat...?
·         Bisa anda jelaskan lebih jauh tentang (konsep tertentu,dan lain-lain).
Langkah 2-3:
Merumuskan masalah dan menganalisi masalah
·         Bagaimana anda mengatakan dengan kalimat sendiri..?
·         Bisa anda gambarkan dengan kalimat sendiri?
·         Bisa anda buat urutan-urutannya? Pertama...,kemudian....
·         Bisakah anda ungkapkan apa yang dibahas oleh kelompok ?
·         Apakag semua anggota punya pandangan yang sama? Apa yang berbeda?
·         Apa pendapat anda atas pendapat si...,teman anda?
Langkah 4 :
Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalsisnya dengan dalam.
·         Apa yang bisa kita buat dengan informasi yang ada?
·         Apa informasi tambahan yang agaknya anda perlukan?
·         Apakah kita bisa memastikan bahwa..?
·         Anda bisa pikirkan hal yang lain,seperti..?
·         Apakah kaitannya itu dengan yang anda katakan?
·         Apakah anda sudah mempertimbangkan kemungkinan yang ada?
·         Apakah kita punya data/pengetahuan yang cukup untuk mengatakan bahwa...?
·         Dimana anda bisa mendapatkan sumber tersebut?
Langkah 5 :
Penentuan tujuan pembelajaran
·         Apa saja yang anda anggap penting untuk menyelesaikan masalahnya?
·         Sudahkah anda mendaftar semua pertanyaan kunci?
·         Mengapa anda anggap isu/tujuan ini penting?
·         Mengapa anda menyertakan hal..?
·         Sumber apa saja yang anda anggap bisa digunakan?
Langkah 6 :
Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain ( di luar diskusi kelompok)
·         Coba gambarkan apa yang anda pelajari tentang...?
·         Jelaskan apa yang anda pahami atas ?
·         Apa yang anda maksudkan dengan...,bisa lebih spesifik?
·         Bisa anda elaborasi lagi tentang..?
·         Seberapa valid dan dapat diandalkan (reliable) hal tersebut?
·         Seperti apa cara berfungsinya?
·         Mengapa seperti itu ?
·         Jelaskan strategi yang anda buat?
·         Apa taruhannya kalau kita melakukan/tidak melakukan itu?
·         Apa kosekuensinya?
Langkah 7 :
Saat laporan (paper dan presentasi kelompok)
·         Apa tiga hal kunci yang anda pelajari tentang masalah ini?
·         Apa yang anda pelajari tentang diri anda,dan juga rekan kelompok?
·         Seberapa beda yang terjadi,kalau seandainya..
·         Sumber baru apa/ mana yang anda peroleh?
·         Solusi apa yang anda usulkan untuk memenuhi kriteria berikut?
·         Bagaimana cara menerapkannya  di situasi yang lain?
·         Apa yang berbeda yang harus anda lakukan di kesempatan ini?
·         Tindak lanjut seperti apa yang anda rekomendasikan?

2.2 Pendidik Sebagai Coach
Dengan kecakapan pendidik menyajikan pertanyaan- pertanyaan dalam tahapan proses PBL, itu artinya kita menciptakan budaya keingintahuan,membantu mereka mengartikulasikan rasa ragu, dan mampu mengkomunikasikan apa yang ada di balik pertanyaan. Kita menyediakan mereka model untuk ditiru ,sebuah struktur yang dapat mereka lakukan dalam berbagai konteks. Semua yang penting mereka lakukan saat mereka melakukan belajar kelompok dalam PBL. Mereka seharusnya kemudian dapat menyadari bahwa “berinteraksi secara dinamis seprti ini lah layaknya yang harus terjadi dalam belajar”, bukan hanya pasif dan mendengarkan saja.
Cara-cara bertanya dan bagaimana kita menggiring sebuah proses PBL di atas juga di menjelaskan sekali lagi bahwa fungsi pendidik bukan lagi penguasa di atas panggung kelas,tapi memandu dari pinggir, jelas, perannya seperti mentor yang sedang melakukan proses coaching. Coaching adalah sebuah proses penentuan sasaran ,pemodelan,pemanduan,pemfasilitasan, pemonitoran, dam pemberi umpan balik bagi pemelajar berpikir aktif dan mandiri (Ho, 2008 ).
Persis bagaimana seorang pelatih dalam bidang olahraga memberikan panduan dalam latihan-latihan atletnya. Hampir tidak ada bedanya. Karena itu lah, di berbagai literatur  tentang coaching dalam pendidikan kita menemukan istilah “ to be a successful teacher, you must be a successful coach.
            Menurut Kitchener ( 1983, dalam Ho 2008 ), ada tiga tingkatan coaching dalam fungsi sebagai pendidikan, yakni kognisi, metakognisi, dan kognisi epistemik. Panduan-panduan pertanyaan pada tabel 4.1 di atas , yang disana di kaitkan dengan 7 langkah PBL, sebenarnya dapat kita golongkan pada tiga golongan coaching ini.
Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan harus dipikirkan masak-masak  untuk menjawabnya ( thoughtful), menantang, dan probing ( mempertanyakan). Itu pun harus di iringi dengan kecakapan dalam menerapkannya dalam watu yang tepat( bila perlu menunggu-memberikan jeda-kepada pemelajar untuk berpikir), menggunakan petunjuk nonverbal( kontak mata-gerak-gerik tubuh,mendekati) dan intonasi. Juga kecakapan merangkum pertanyaan pemelajar ,menerjemahkannya, memberi contoh, dan lain sebagainya.
            Memperhatikan penjelasan di atas, jelas memfasilitasi proses PBL dengan fungsi pendidik sebagai coach  bukanlah urusan yang mudah. Prosesnya kompleks dan pendidik memerluka pelatihan dang pengalaman, sekaligus juga kemauan untuk berrefleksi  agar bisa mahir menjalankannya tidak begitu mengherankan ,bnyak pendidik yang langsung”menyerah “ begitu pertama menjalankan proses PBL. Ada perasaan “lepas kendali” yang mereka rasakan  saat mencoba berfungsi sebagai coach. Ini sering diperparah dengan kondisi pemelajaryang juga sering melihat” kok sedikit sekali informasinya”sehingga mereka merasa belum belajar apa-apa.
            Meskipun demikian kita tetap bisa mengukur sejauh mana kematangan kita dalam memfasilitasi tersebut. Berbagai pertanyaan kritis tentang diri kita sendiri bisa menjadi tolak ukur, sejauh mana kita memfasilitasi, khususnya memfasilitasi proses berpikir ( kognitif). Paling tidak, dua pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai acuan :
·         Apakah dalam prosesnya kita sudah bisa menciptakan  intruksi yang menuntun ,menjadi model,dan membuat mereka bisa mengerjakan tugasnya secara lebih terkelola.
·         Apakah kondisi yang kita ciptakan sudah cukup mendorong proses metakognitif serta membangkitkan keingintahuan mereka.
·         Begitu pendidik memahami posisi ini dan mencoba meningkatkan keefektifannnya , maka pelan-pelan ia akan mulai melihat manfaat PBL,begitu pula dengan pemelajarnya. Lambat laun, keragka pikir akan semakin berubah dan semakin kukuh dari hari ke hari.
2.3 Menggunakan Perangkat  Untuk Memfasilitasi
Meskipun keterampilan  memfasilitasi, terutama menciptakan suasana interaktif dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan memoderatori diskusi sangat penting, seorang pendidik yang memfasilitasi PBL memerlukan perangkat-perangkat tertentu. Perangkat ini diharapkan akan memudahkan pendidik dalam menjaga konsistensi proses PBL. Perangkat yang disajikan di buku ini : lembar fasilitator, formulir pertemuan I untuk dosen, formulir pertemuan III A untuk dosen dan formulir pertemuan III B.
Pendidik dapat saja memodifikasi formulir-formulir ini agar sesuai dengan kondisi yang membuat pendidiknyaman dan tidak terlalu dipusingkan dengan urusan-urusan yang bersifat teknis (umumnya, semakin rumit perangkatnya, semakin enggan pendidik baru mencoba proses PBL). Lebih dari itu, selalulah membuat perencanaan yang baik untuk memastikan bahwa :
·         Kita tau persis bagian mana dari “ problem “ yang bisa membuat pemelajar terlibat (engaged).
·         Kita tahu persis strategi bertanya mana yang akan kita pakai untuk setiap tahapan PBL
·         Berbagai persiapan lainnya.
Sederhananya, bila pendidik merasa yakin untuk masuk kelas tanpa persiapan – untuk persiapan tradisionil yang mereka lakukan – ada baiknya asumsi itu dihilangkan dulu untuk menerapkan PBL, terutama pada tahap-tahap pengalaman mereka menjalankan PBL.
2.4 Berikan Penekanan Pada Belajar Kelompok
            Penjelasan atas pentignya bekerjasama harus selalu ditekankan pada pemelajar. Dengan PBL yang diakukan dalam kelompok pemelajar diharapkan mendapatkan lebih banyak kecakapan (daripada hanya pengetahuan yang di hafal). Mulai dari kecakapan memecahkan masalah (problem solving skills), kecakapan berpikir krits (critical thinking skills), kecakapan bekerja dalam kelompok (team work skills), kecakapan interpersonal dan komunikasi (interpersonal and communication skills), serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (search and manage information).
Pembangunan kecakapan-kecakapan seperti tersebut di atas baru daapr terjadi dengan baik bila pemelajar terlibat dalam proses PBL secara maksimal. Pemelajar perlu diingatkan terus menerus untuk tidak lagimenggunakan cara-cara kerja kelompok lama yang sudah “usang”. Cara lama itu misalnya :
·         Datang ke kelas tidak bawa buku referensi apalagi membacanya sebelumnya.
·         Dalam kelompok lebih sering membicarakan hal yang tidak terkait dengan masalah.
·         Terburu-buru, tidak berpikir lebih jauh dalam mengemukakan pendapat, terllu cepat mengambil kesimpulan.
·         Tidak aktif dalam diskusi.
·         Membiarkan orang-orang tertentu menyelesaikan tugas, tidak membaca panduan, malas mencari referensi baru, membuat laporan seadanya, dan sebagainya.
Pada saat kerja kelompok ini, perlu dihindari pandangan bahwa pemelajar bekerja “sendiri”. Banyak keluhan pemelajara yang menjalankan PBL, karena pendidik yang seharusnya memfasilitasi, hanya duduk di depan kelas, atau berkeliling tanpa melibatkan diri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar berbasis masalah, atau yang lebih popular dengan Problem Based Learning (PBL) adalah suatu metode atau cara pembelajaran, atau mungkin dalam pelatihan, yang ditandai oleh adanya masalah nyata, a real-world problems, sebagai sebuah konteks bagi para pebelajar untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.
Ada dua tujuan utama PBM. Tujuan yang pertama, adalah ingin meningkatkan secara maksimal daya tahan pengingatan atau retensi. Tujuan yang kedua, adalah untuk menjamin penyamp      aian informasi yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan (transfer of knowledge) saja.
Tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu: 1) penyampaian ide (ideas), 2) penyajian fakta yang diketahui (known facts), 3) mempelajari masalah (learning issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan) dan 5) evaluasi (evaluation).

3.2 Saran
Sebaiknya bagi seorang guru atau fasilitator dapat mengerti cara memfasilitasi PBL sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan dan motivasi belajar menjadi lebih meningkat.





DAFTAR PUSTAKA
Amir, Taufik M. 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning.          Kencana Prenada media Group : Jakarta.
Azer, S. Navigating Problem Based Learning. Elsivier. Australia. 2008
Barrows HS, Tamblyn RM. Problem Based Learning: an approach to medical education.Medical Education 1980; vol 1.
Race, P. The Lecture’s toolkit a practical guide to assessment learning and teaching 3rdedition. Routledge. 2007
Robin Fogarty (1998). Problem-based learning: A collection of Articles. Skylight Training and Publishing Inc
Tiberius and Tipping. Twelve principles of effective teaching and learning for which there is substansial empirical support. University Toronto.1990. tersedia di www. Teaching.utoronto.ca/page152.aspx
Oon-Seng Tan (2003). Problem-based Learning Innovation.


0 komentar:

Posting Komentar